Rabu, 15 April 2009

weLcoMe to the bLog............

sebuah cerpen yang menjadi landasan dasar hidupnya blog ini...
sebuah cerpen yang diakui oleh
penulis buku best seller se-Asia Tenggara "ayat-ayat cinta" dan "ketika cinta bertasbih"...
sebuah cerpen yang membuat seorang bocah rangkasbitung dapat bercakap-cakap dengan sastrawan terbaik Banten Gola Gong...
sebuah cerpen yang hanya menjadi imajinasi suatu ma'aasyi,,,,,,,,,,,,
tragis........namun tak akan membuat orang2 menangis...



BUNGLON
Allahu Akbar, Allahu Akbar…..

Aku masih terjaga diatas satria kesayanganku. Aku mencoba untuk terus menjaga arah jarum yang ada dihadapanku untuk tetap mengarah ke arah angka 100. Walaupun licin terasa dalam genggamanku ketika aku terus menjaganya, dan sudah aku sadari bahwa memang genggamanku sudah terbanjiri oleh darah merah yang masih sangat terasa basah. Saat itu juga aku mendengat seruan untuk menghadap Sang Khalik. Tapi aku tak peduli. Aku terus melaju dan tak acuhkan apapun bunyi seruan itu.

Allahu Akbar, Allahu Akbar…..

Darah dalam genggaman ini akan menjadi saksi yang sangat berarti bagiku di akhirat nanti. Tapi aku tetap tak peduli. Tak ada satupun yang tahu kapan aku akan mati. Karena aku adalah manusia. Manusia biasa yang pasti juga mempunyai nafsu birahi. Karena aku juga laki-laki. Laki-laki yang memang tidak ada bedanya dengan bangsa reptil. Reptil yang licik, reptil yang picik, reptil yang cerdik. Namun tak tahu kenapa, banyak orang yang selalu dapat aku tarik, karena mungkin tubuhku ini sedikit bersisik ala orang Belanda yang nyentrik. Sekarang hatiku terasa sangat sakit, tubuh seakan tersengat listrik. Aku terus berusaha, aku terus melaju. Aku masih tetap tak pedulikan seruan kedua Illahi itu.

Asyhadu alla illaha illallah….

Mungkin tepat 12 jam yang lalu, aku baru saja merasa malu. Bukan hanya malu terhadap diriku, bukan pula terhadap cintaku, namun menembus juga hingga hatiku. Semua ini hanya karena film itu. Film yang tidak lucu namun dapat membuatku tersipu malu. Film yang tidak begitu menantang, namun dapat begitu mengguncang.

Ayat-ayat cinta namanya. Film yang memang benar-benar tidak bisa masuk akal ketika kita menyaksikannya dengan asal. Namun apalah maksudku itu, ku telah menyudahinya sampai akhir tanpa sedikitpun mengedipkan mata.

Tapi aku tak mau tahu. Aku tak ingin terus-terusan tersipu malu. Aku adalah bangsa reptil yang punya berbagai kelebihan dan keistimewaan. Aku tak ingin merasa bersalah terus-menerus seperti ini menyesali semua yang telah aku jalani. Tak ada salahnya pula aku mencicipi berbagai cinta di dunia ini.

Film itu mungkin telah membuatku sedikit mual akan cinta dalam dunia ini, sehingga dengan cepatnya aku dapat memutuskan segala hubungan yang telah ku jalin bersama berbagai wanita saat itu. Tapi dengan ini, aku mencoba untuk mencari kesenangan lain. Aku mencoba mencari kebahagiaan lain. Aku ingin lebih menikmati bagaimana rasanya surga dunia.

Asyhadu alla illaha illallah….

Ya………! Sore itupun aku pergi ke pusat kota dengan kaos jangkis tipis plus jakit kulit model 70-an kesayangan. Tak lupa pula tentunya dengan sepatu ala koboi yang aku beli di Belanda tahun lalu. Layaknya ingin mencari mangsa, aku akhirnya pergi ke suatu tempat dimana biasanya para bangsa reptil mencari kesenangan di malam Sabtu. Suatu tempat di mana burung-burung manis berada untuk menyenangkan hati dan memuaskan seluruh dahaga para reptil-reptil nakal. Burung yang ingin aku cari bukanlah burung elang yang gagah berani. Bukan karena aku takut kalah, namun burung jenis seperti itu tidak akan mampu berinterakksi dengan baik dengan reptil pemula seperti aku. Aku juga tak ingin menemui burun jenis unta, karena aku telah bosan menemui burung yang kelihatannya hanya bisa menyusui. Burung yang aku cari adalah burung yang dapat aku nikmati sejenis burung merpati.

Asyhadu anna Muhammadar Rosulallah…

Baru satu langkah aku masuk, berbagai wajah reptil penuh rasa haus telah membanjiri pandangan mataku. Mereka sudah pasti memiliki tujuan yang sama dengan aku, yaitu untuk mencari merpati-merpati lucu untuk menemani malam indahku. Merpati-merpati itu tak akan bisa membisu ketika melihat wajah-wajah reptil yang seperti ini datang dengan berjuta uang di saku.

Akupun mencoba untuk masuk lebih dalam. Saat itu bukan lagi wajah reptil busuk yang aku lihat, namun kumpulan ekosistem antara bangsa reptil dan bangsa burunglah yang menari-nari mengikuti aliran denyut nadi irama yang tersaji dari seorang DJ. Mereka bermain sesuka hati. Bangsa reptil yang kebanyakan aku lihat adalah kalangan cicak. Kalangan orang-orang yang masih terlihat sangat muda yang terlanjur termabuk oleh kata-kata cinta. Yang dapat seenaknya melakukan autotomi dalam tubuhnya. Ketika mereka tak suka akan sesuatu, mereka pasti akan membuang dari hidupnya. Bukan untuk foya-foya, akan tetapi untuk mengelabui orang-orang di sekelilingya agar dalam otak tersirat goresan bahwa bangsa cicak seperti mereka adalah orang yang pantas disegani. Aku tahu betul kehidupan seperti itu, karena aku baru saja mengakhiri itu. Hari ini, sore ini, karena film itu.

Asyhadu anna Muhammadar Rosulallah…

Tak sedikit pula bangsa reptil dari jenis tokek yang berbadan besar, bersuara besar, dan tentunya mempunyai dompet yang lebih tebal dari bangsa reptil yang lain. Sekilas mereka trlihat seperti bos suatu perusahaan terkenal, tapi akupun tahu bahwa sesungguhnya mereka hanyalah karyawan-karyawan tingkat rendahan. Atau mereka adalah anggota DPR negara ini yang dapat dengan mudahnya mendapatkan suara dari rakyat dengan menggunakan uang-uang hasil korupsi. Aku tahu pasti hal ini, karena bagi orang netro seperti aku mempunyai banyak keluarga yang seperti itu.

Sedangkan bangsa burung yang sangat banyak jumlahya di tempat itu adalah merpati. Persis seperti apa yang aku cari saat ini. Merpati yang bertubuh indah, sedikit berlikuk-likuk ketika menggerakkan sayapnya. Terlihat sangat muda, dengan berbibir merah muda dalam senyumnya. Ada pula yang berbaju putih transparan dan memakai rok tipis abu-abu. Nampaknya anak SMA sudah mulai merajai surga dunia. Namun satu hal lucu yang aku temukan di tempat ini yaitu burung jenis beo yang juga turut mengisi dunia macam ini. Burung beo ini terlihat sedikit lebih tua dari pada yang lainnya, dengan segala warna-warni yang melapisi tubuhnya. Selalu banyak acara, banyak bicara dan banyak pria di sekelilingnya. Memang tante-tante seperti ini juga nampaknya membutuhkan kepuasan dunia sebelum dijemput oleh malaikat pencabut nyawa.

Bagiku pribadi, mereka semua basi. Tak ada arti hidup bagi di dunia ini, hanya pelengkap isi dalam segala sinetron tipi.

Hayya ‘alash sholah….

Sedetik setelah aku bepikir panjang seperti itu, aku dihampiri oleh sejenis burung pipit. Begitu kecil, lucu, dan sedikit sipit. Kami duduk berdua, kami bercanda tawa. Berfoya-foya, hingga semua terlupa bahwa waktu sudah menunjukan pukul dua. Kami mulai beranjak menjelajahi lebih dalam nikmatnya surga dunia.

Saat itu hatiku ini mulai sedikit berkata, “apakah ini jawaban atas segala pertanyaanku? Ataukah aku telah salah jalan dan terjerumus ke jurang? Inikah jawaban atas segala cinta hakiki yang selalu dijunjung tinggi dalam film-film religi maupun film terkini?”

Senyum lepit dari peri sipit itu memberiku sedikit jawaban palsu yang kurasa dapat membuatku selalu membisu dalam hati. Seakan menjawab segala pertanyaan yang timbul dalam hati. Aku tak mengerti, namun aku serap suatu arti bahwa ini terjadi karena mungkin ini adalah pengalamanku yang pertama kali. Aku terus terus terbawa arus, dan kami masuk ke dalam suatu ruangan bernama ruangan Lotus.

Hayya ‘alash sholah….

Entah apa yang telah aku minum sebelum itu….

Entah apa yang telah aku lakukan setelah itu…..

Namun saat itu aku hanya yakin bahwa ini adalah surga dunia yang merupakan cinta hakiki yang patut aku cari.

Hayya ‘alal Falah…..

Aku memang bangsa reptil. Tapi aku bukan cicak yang hanya bisa membuang bagian dari hidup seenaknya yang bertujuan untuk mengelabui orang-orang. Aku pun bukan tokek yang berbadan besar layaknya bos berduit banyak dan dengan sombongnya berkeliling mengitari para burung dara. Aku adalah bunglon yang dapat menyesuaikan diri dalam segala situasi. Bukan untuk mengelabui ataupun untuk bersembunyi, tapi untuk melanjutkan hidup mencari cinta yang hakiki.

Hayya ‘alal Falah…..

Tujuan awalku yang timbul setelah menonton film tersebut untuk berhenti bermain-main cinta dan berusaha mencari cinta sejati terasa hampa. Cinta yang hakiki yang aku pandang sebagai kenikmatan dalam dunia yang dapat aku kuasai, ternyata perlahan membuatku tak tahan atas segala dosa. Aku telah salah dalam mengartikan cinta, aku telah salah dalam memaknai dunia dan aku telah salah mengganti segala kisah nyata.

Assholatu khairum minannaum…..

Aku bangun tanpa busana.

Aku bangun penuh dosa.

Dan aku bangun dengan segala sesuatu yang sia-sia.

Aku emosi, aku tak mengerti.

Aku tak berarti lagi kini, aku ingin mati.

Lalu, apa bedanya aku dengan cicak dan tokek yang selalu aku remehkan itu?

Aku tak ingin disalahkan

Aku bukanlah orang yang tak mau dikucilkan karena segala kesalahan.

Aku mencari

Aku tak akan bersembunyi…

Assholatu khairum minannaum…..

Aku melihat peri manis kecil disebelahku terlelap membisu. Aku mulai tahu, kebahagiaan ini palsu. Aku telah hilang kendali dan aku ingin pergi. Tapi aku tak ingin ada saksi bahwa aku tak perjaka lagi.

Aku ingin bunuh diri, tapi aku tak ingin mati!

Aku melirik ke sebelah kiri, dan aku lihat pulpen berujung besi. Aku tusukan kearah sang peri, dan dia terbangun merasa tersakiti. Aku tak mau berhenti, harga diriku kini sedang teruji. Aku ingin dia cepat mati. Dia mencoba untuk lari dan bersembunyi, tapi sayang sekali…..naafasnya sudah terlebih dahulu berhenti.

Badanku menjadi penuh darah, dan hatiku mulai resah.

Allahu Akbar, Allahu Akbar…..

Bunyi seruan akhir-akhir dari adzan ini membuatku sadar dan membuyarkan segala animasi yang baru saja aku alami. Semua yang telah aku alami adalah segala sesuatu yang memang sangat berarti. Tapi aku tak ingin masuk ke dalam jurang yang sama lagi hanya untuk mencari cinta yang hakiki palsu yang meracuni hati. Saat itu pula aku melihat sepasang bola mata yang sangat besat dan sangat terang. Aku coba menghindar ketika benda besar denga kecepatan besar itu menghampiri. Namun semua usahaku menjadi tidak berarti, tanganku tergelincir kerika ingin memberi kendali. Mungkin karena darah yang masih membasahi dan tak segera aku atasi setelah kejadian tadi. Dan Satriaku tak kuasa menghadang laju mobil bis besar dihadapannya.

Lailaha ilallah….

lailaha ilallah wa muhammadar rosulallah..”, secara spontan mulutku menjawab sautan lafadz adzan terakhir yang aku dengar walaupun aku dalam keadaan terbaring. Kini, tubuhku tak bisa berdiri. Aku lemas, bahkan aku tak bisa berrgerak. Darah burung pipit yang tadi menempel di kulit, kini sudah bercampur baur dengan darah yang keluar dari seluruh tubuhku.

Aku bersyukur, kata terakhir yang aku dengar di dunia ini adalah kata yang bermakna “Tiada Tuhan (yang pantas disembah) kecuali Allah”. Karena sekarang aku mengerti, cinta yang hakiki ini adalah cinta kita kepada Illahi.

Oby.holic


INFO SELENGKAPNYA, KUNJUNGI SITUS RESMI SMA N CMBBS......(resmi amat y?) klik disini!!!!!!!!!!

2 Opini Penggemar:

Rahmi S. R. mengatakan...

weeets, oke dah.. ekstrim tp kren cerpennya..! (ini gg mncerminkan pngalaman prbadi pnulisnya kan??) ahaha,, welcome to blogger world..! dtunggu crpen ekstrim laennya,,

oia, nama ane "Ramadhani" pake "h",, ntu slah tuu namanya )yg d link.. haha =p

Gladish Nada mengatakan...

diksi : 100
makna : 100
amanat: 100

biasany karya yag trasa hidup ntu karya yag d buat oleh penulis yag larut dalam tulisanny..
benar begitu..?

hha..

(^_^)

Posting Komentar